Abu Hurairah ra menuturkan bahwa Rasulullah saw bersabda :"Jauhilah tujuh dosa yang dapat menghapus amal kebajikan, yakni mempersekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang telah diharamkan oleh Allah kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, berpaling dari barisan perang, dan menuduh berzina wanita-wanita menjaga kehormatan yang lengah lagi beriman." (HR. al-Bukhari dan Muslim. Lihat hadits ini dalam Zad al-Muslim, nomor 13, tentang yang telah disepakati oleh al-Bukhari dan Muslim.).
Yang dimaksud dengan kata ‘al-Muubiqat’ adalah ‘al-MuHlikat’ (dosa yang dapat menghancurkan amal kebaikan)
Penjelasan Hadits
Adapun yang dimaksud dengan tujuh dosa di atas adalah :
- Mempersekutukan Allah, yaitu menyamakan dan mensejajarkan selain Allah dengan Allah dalam segala hal yang menjadi kekhususan bagi-Nya Yang Maha Suci, Maha Tunggal, Tempat Bergantung Segala Makhluk, dan Yang Maha Esa.
- Sihir. Mayoritas ulama berpendapat sihir itu hukumnya haram. Mempraktekkan, mempelajari, dan mengajarkan sihir itu termasuk dosa besar. Namun menurut sebagian ulama dari kalangan mazhab Syafi’i, mempelajari sihir itu hukumnya tidak haram. Tetapi boleh saja jika hanya sekedar untuk pengetahuan dan untuk mengembalikan sihir kepada pelakunya dan untuk membedakannya dengan karomah para wali. Orang yang berpendapat seperti itu mungkin mengartikan bahwa yang dimaksud dalam hadits tadi ialah mempraktekkan sihir.
- Membunuh jiwa. Sesungguhnya Allah mengharamkan pembunuhan, dan mengancam orang yang melakukannya secara sengaja, dengan siksa api neraka dan ia kekal di dalamnya. "Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, ia kekal di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutuknya serta menyediakan azab yang besar baginya" [1] Disebutkan dalam sebuah hadits : "Tidak halal darah seorang muslim, kecuali dengan satu di antara tiga alasan, jiwa dengan jiwa, orang sudah berkeluarga yang berzina, dan orang yang meninggalkan agamanya serta memisahkan diri dari jama’ah."
- Memakan riba. Allah U berfirman : "Hai orang-orang yang beriman, ber-takwa lah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kau orang-orang yang beriman" [2] "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kau memakan riba dengan berlipat ganda dan ber-takwa lah kau kepada Allah supaya kau mendapat keberuntungan. Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir" [3] Allah mengancam orang yang memakan riba dengan berbagai jenis siksaan pada hari kiamat nanti. Allah U berfirman : "Orang-orang yang memakan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." [4]
- Memakan harta anak yatim. Sesungguhnya, Allah sangat mengharamkan perbuatan tersebut. Al-Qur’an menyuruh untuk memuliakan anak yatim, mengembangkan hartanya, dan mengurusnya dengan baik, supaya ia tumbuh menjadi orang yang kuat, yang mulia, dan yang saleh. Allah berfirman : "Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kau berlaku sewenang-wenang" [5] Allah juga berfirman : "Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah baligh) harta mereka, jangan kau menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kau makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar" [6]
- Berpaling dari barisan perang, yakni melarikan diri dari medan tempur alias tidak berani maju. Sesungguhnya al-Qur’an mengancam orang yang melakukan perbuatan tercela seperti itu. Allah U berfirman : "Hai orang-orang yang beriman, apabila kau bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kau membelakangi mereka (mundur). Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya" [7]
- Dan menuduh berzina wanita yang menjaga kehormatan yang (tidak pernah mempunyai pikiran untuk berzina, Ed) lagi beriman, yaitu menuduh berzina wanita yang baik-baik, yang lurus, yang telah berkeluarga, yang berstatus merdeka, dan yang beriman. Predikat-predikat tersebut tercakup dalam pengertian sifat terhormat. Dan pada hakekatnya, seorang wanita itu terhormat karena Islam, ia menjaga kesucian, menikah, dan berstatus merdeka.
- Dalam surat an-Nur Allah melarang menuduh berzina seorang wanita yang baik-baik, dan menjelaskan sanksi hukuman atas perbuatan ini. Disebutkan dalam Shahih Muslim dengan Syarah an-Nawawi jilid II halaman 86, seorang ulama ahli tafsir Imam Abul Hasan al-Wahidiy dan lainnya mengatakan : "Menurut pendapat yang shahih ; batasan dosa besar itu tidak diketahui secara pasti. Bahkan di dalam syari’at ada beberapa jenis perbuatan maksiat yang dijelaskan sebagai dosa-dosa besar, dan ada juga beberapa jenis perbuatan maksiat yang dijelaskan sebagai dosa-dosa kecil, dan ada beberapa jenis perbuatan maksiat lainnya tanpa ada penjelasan. Artinya, ini mencakup dosa-dosa besar maupun dosa-dosa kecil. Hikmah dari tidak adanya penjelasan tersebut ialah, supaya seseorang tetap menahan diri jangan sampai melakukan semuanya, karena dikhawatirkan jangan-jangan hal itu termasuk dosa-dosa besar." Menurut mereka, ini sama dengan masalah disembunyikannya kapan terjadinya lailatul qadar, saat-saat istimewa pada hari jum’at, saat-saat terkabulnya do’a pada malam hari, nama Allah yang agung, dan hal-hal lain yang bersifat samar. Wallahu A’lam.
Para ulama (semoga Allah merahmati mereka) berpendapat, "Melakukan dosa kecil secara terus menerus dapat mengakibatkannya menjadi dosa besar". Diriwayatkan dari Amru Ibnul Ash, Abdulah Ibnu Abbas, dan lainnya, "Tidak ada dosa besar sama sekali dengan (melakukan) istighfar, dan tidak ada dosa kecil sama sekali dengan terus menerus melakukannya." Artinya, bahwa dosa besar itu bisa terhapus dengan memohon ampunan kepada Allah U, dan dosa kecil itu bisa berubah menjadi dosa besar jika dilakukan terus menerus tanpa istighfar.
Ada juga yang berpendapat, "Yang dimaksud dengan terus menerus melakukan dosa kecil ialah melakukannya secara berulang-ulang, karena orang yang bersangkutan tidak memiliki rasa kepedulian yang besar terhadap agama."
Adapun al-Imam Abu Amr ash-Shalah P dalam fatwa-fatwanya mengatakan : "Dosa besar itu memiliki tanda-tanda, antara lain ; menuntut pemberlakuan sanksi hukuman atau hadd, diancam dengan siksa neraka dan lain sebagainya dalam al-Qur’an maupun as-Sunnah, sementara orang yang melakukannya disebut fasik." [8]
Dikutip dari :
[2] Q.S. al-Baqarah : 278.
[3] Q.S. Ali Imran : 130 – 131.
[4] Q.S. al-Baqarah : 275.
[7] Q.S. al-Anfal : 15-16.
[8] Lihat, Berguru Pada Rasulullah, . Abdullah Syahatah ,Terbitan AKBARMEDIA.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar